Posted by : Marchsada Sunday, January 9, 2011



      Oleh
      Hamdi Akhsan.

Kekasih...
Malampun mulai datang dan kerinduan ini semakin membuncah,
bagaikan rindunya Qais pada Laila,
dendangkan lagu cinta ditengah heningnya gurun pasir arabia,
sedang hamba-Mu sepi, karena tiada Laila,Lailaku semakin redup ditelan ganasnya badai masa,
Kekasih,...
daku menjauh dari laila, sedang semua yang ada akan berakhir fana.

Ketika kulalui kubur sunyi yang rata,
disana sejenak ada desiran angin menyebut nama laila,
Tapi kembali hilang ditelan hiruk-pikuk si nenek pikun yang bernama dunia,
Hamba tak setegar seorang Qais dalam mencinta,
Tiada sungai darah yang mengalir dipelupuk mata,
atau dendang cinta yang mampu tundukkan singa di rimba belantara.
hamba hanya sebutir debu ditengah samudra-Mu Yang Maha Mulya.
Kekasih...hamba malu!

Di lembutnya tetesan embun kudengar lirih nama-Mu disebut,
dalam desiran angin malam tak henti bertasbih malakut,
dan, para pencinta-Mu menggigil takut,
bersatu dalam harap tuk dapatkan surga yang bertakhta Jamrud.
Sedang dizamanku, semua telah tercerabut.

Kekasih...
Bilik-bilik pencinta-Mu kini telah menghilang,
Berganti dengan gedung-gedung mewah yang disetiap tempat terpandang,
Tiada lagi pekikan takbir burung elang yang terbang melayang,
atau sekedar nyanyian tasbih daun dan sendayang.
Semua lenyap,bagaikan lenyapnya nyawa tatkala maut menghadang.
Kekasih,kini akhir menjelang.

Laila telah pergi dibawa Ibnu salam bersama cinta Qais,
sedang Laila-ku redup bagaikan lilin menjelang habis,
tiada lagi pekikan takbir hadapi ganasnya iblis,
lemah bagaikan patahnya sayap belibis,
jatuh dan...hamba pun menangis.

Kekasih...
Teringat hamba tatkala jutaan pencinta-Mu bersimbah air mata lantunkan kidung suci di Bait-Mu yang suci,
hanya ada rembesan air mata dengan sedan dalam bibir terkunci,
cinta tak mampu lagi terucapkan, tiada benci,
hanya kerinduan hidup setelah mati.

Inderalaya,Desember 2010
Al Faqir


Hamdi Akhsan

 demi waktu,,,
wahai pencinta sang kehidupan,
yg berjalan diataz padangi dalam terik nya mentari,
yg belayar di ataz samudara menantang badai,
yg menjadikan diri nya sebutir debu pada jubah pencari ilmu,
...yg menaburkan benih pada ladang pahala ilahi rabb
yg menanam budi pada makluk di jagad ini,
yg meninggalkan kitab dalam diri menapak langkah pada raga,
yg tak berhenti mencari cahaya diataz cahaya nya,
yg kelak engau menerima telaga yg air nya tak pernah membuat dahaga,

demi waktu...
ketika yg hina menjadi segumpal darah,
dalam keajabain karya ia merakit bentuk mahluk kemulian,
alam rahim saat ruh hidup dlam hitungan 120 hari kandungan,
engkau mengenal kekasih dengan sebutan ilahi rabb,
...bersujud hingga takdir mu melewati massa 9 bulan hitungan waktu,
kau menangis terlahir ke alam yg penuh selimut nafsu,

demi waktu...
bagai telur yg di eram hingga terkupaz cangkang,
melewati hari pada massanya,
hingga engkau beranjak menjadi sebuah pribadi,
bagaikan burung merpati yg tak pernah ingkar janji.
bagai srigala yg menerkam mangsa yg tak pandang pilih,
itulah jalan yg tinggal di pilih dalam alam persinggahan,

demi waktu...
wahai pencinta dunia dg indah nya alam semesta,
yg menghidangkan menu partamorgana,
bagai pengembara yg singgah melepas dahaga,
engkau terlena oleh sepoi angin di ataz gubuk di tengah ladang,
hingga menghantarkan mimpi dalam tidur mu yg sebentar,
bagai membangun istana di ataz awang-awang,
hingga takan kau gapai walau napaz tlah berpisah dengan badan,

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

Welcome to My Blog

Popular Post

- Copyright © SASTRA - ILMU - HIKMAH -machsada-