Posted by : Marchsada Friday, October 29, 2010

Oleh : Hamdi Akhsan
Walaupun keadaan dunia sudah berganti,teknologi informasi dan komunikasi sudah menjadi barang yang lazim,namun substansi merantau tetap relevan untuk kaum muda yang bertekad merubah nasib.Kesedihan,penderitaan,perjuangan yang keras dan pantang menyerah,kegagalan, kesuksesan menjadi bahagian yang utuh dalam proses perjalanan hidup mereka. moga manfaat!

PENDAHULUAN
I
Syair ditulis di suatu masa,
curahan hati resah gelisah,
lalui hidup senang dan susah,
sampai kelak badan binasa.

Inilah kisah si anak rantau,
yang pergi jauh seberangi pulau,
telan sendiri segenap galau,
di musim hujan atau kemarau.

Kisahku ini untuk kiasan,
menggores dalam sangat berkesan,
didalam terkandung hikmah dan pesan,
dalam hadapi semua urusan.

II
Merubah nasib tekad semula,
siang dan malam dalam kepala,
tinggalkan rumah serta segala,
ayah dan bunda tinggalkan pula,

Ayah dan bunda dimohon izin,
doa dipinta sukses diyakin,
para tetangga dipamit mungkin,
tinggalkan rumah dekat semakin.

Pergi sendiri tinggalkan bunda,
tekad telah kuat didalam dada,
mimpi dirajut cita direnda,
berharap sukses kelak ananda.

III
Ternyata rantau tidaklah mudah,
tak boleh diri menepuk dada,
berkata juga harus menrendah,
kalaulah tidak susahlah sudah.

Induk semangpun harus dicari,
kalau menyewa tak mampu diri,
banyaklah tempat yang ditawari,
tapi semua bayar sendiri.

Ternyata masih orang yang baik,
mau sediakan tempat sebilik,
walaupun kecil dan tidak apik,
tapi syukurlah tak jadi balik.

IV
teringat pesan ayah dan bunda,
ringanlah tangan hati merendah,
rajin bekerja janganlah mandah,
berat tumpangan kalau mau pindah.

Kadang air mata mengalir,
orang cemberut kita berdesir,
orang diampun kita berfikir,
apakah nanti akan diusir.

Betapa berat hidup menumpang,
segala laku harus ditimbang,
tak boleh bicara dengan serampang,
atau berkata bernada sumbang.

V
cita yang ada tetap terpendam,
jalan didepan masihlah kelam,
bagaikan gelap diwaktu malam,
masih di dalam laut terdalam.

Kekanan kiri mulai bersanja,
mencari tempat untuk bekerja,
tak apa kecil  dan bersahaja,
yang penting tidak menganggur saja.

Ternyata sabar harus ditambah,
kerja yang bagus sangat didamba,
tapi semua orang berlomba,
nihil hasilnya setelah dicoba.

VI
Inilah pedih si anak rantau,
jalan didepan serasa galau,
dibawah terik matapun silau,
haus menyengat saat kemarau.

kerja yang bagus tak dapat bakal,
uang yang ada dibuat modal,
dagang asongan dipinggir pangkal,
kadangpun pindah dalam terminal.

Kerja begini terasa pahit,
untungpun selalu sangat sedikit,
makanpun harus sangat mengirit.
hujan dan panas tak boleh sakit.

VII
Kadang tak sadar ratapi diri,
untung berdagang makan sehari,
tuk makan besok harus dicari,
dibawah panas terik berlari.

sering teringat ayah dan bunda,
tiada kabar tiada berita,
ingin pulang tiada biaya,
ingin berkirim uang tak ada.

Betapa sering munculnya sesal,
meangapa tidak pulang ke asal,
hidup bertani bekerja misal,
walau sedikit dapat dibekal.

VIII
Waktu berlalu tiada terbayang,
modalpun sudah habis melayang,
pakaian tinggal untuk sembahyang,
tinggalah sedih badan sebatang.

Inilah kisah yang sangat sedih,
didalam sunyi daku merintih,
karena salah jalan dipilih,
menyesal diri tak bisa pulih.

Kutulis kisah agar berhikmah,
supaya tidak menjadi lemah,
walaupun hidup tak punya rumah,
tetap dijaga diri berhimmah.

IX
Kepada mereka yang akan pergi,
hamba berpesan fikirkan lagi,
kalau sekolah tidaklah tinggi,
tak akan kerja dapat terbagi.

Baiklah engkau tetap di desa,
hidup bertani sudah biasa,
kerja terhormat serta berjasa,
memberi makan sesama manusia.

Hidup dikampung tidaklah hina,
silaturahmi hangat disana,
orang-orangnya sangat bijaksana,
dapat bahagia kita karena.

X
Tetapi kalau tekadmu kuat,
sekolah tinggi harus kau dapat,
terampil engkau untuk berbuat,
niscaya sukses akan dipahat.

Bagi sahabat sudah berhasil,
ingatlah selalu kampung yang kecil,
ratapan bunda terus memanggil,
kala dirinya mulai menggigil.

Janganlah lupa untuk berbagi,
nasib bagaikan si roda gigi,
kadang di atas dibawah lagi,
kadang ia datang kemudian pergi.

Jangan diri menjadi sombong,
karena Allah jua menolong,
ingatlah dulu masih dikolong,
hanya punya baju sepotong.

XI
walaupun sebagian gagal di kota,
kepada Allah tetap dipinta,
dijaga walau hidup melata,
jauhkan dari haramnya harta.

Jadikan ini tuk pelajaran,
bagi yang masih penasaran,
kalaulah boleh kuberi saran,
pada keluarga beserta jiran.

Syairku ini sampai diakhir,
airmataku masih mengalir,
hujan dan panas terus bergulir,
sampai taqdirku akan berakhir.

Inderalaya, 12 Oktober 2010
Hamba Allah


Hamdi Akhsan

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

Welcome to My Blog

Popular Post

- Copyright © SASTRA - ILMU - HIKMAH -machsada-