Syair ini berkisah tentang negeri yang dahulu memiliki banyak wali Allah dan ulama pewaris para Nabi. Moga Manfaat!
I
Inilah kisah dimasa silam,
disebuah negeri aman dan tentram,
yang dilimpahi banyak kekayaan alam,
dari Ilahi Sang Maha Kalam.
Terkenal ada banyak legenda,
adanya manusia yang utama,
Wali Allah mereka namanya,
harumnya tersebar kemana-mana.
Ilmu sang wali sangatlah tinggi,
hidup sederhana tuk diteladani,
kata-katanya selalu ditaati,
kemana pergi doanya dinanti.
II
Wajah memancar penuh wibawa,
bila bicara penuh kharisma,
sebar agama tak minta-minta,
rakyat dibina penguasa dijaga.
Terkenal nama Dato Ri Bandang,
pembawa Islam ke ujung pandang,
ke sulawesi asalnya padang,
berkat dakwahnya islam benderang.
Ada pula tunggang parangan,
Islamkan Kutai tanpa peperangan,
ditantang raja dipertandingan,
izin ilahi ia menangkan.
III
Di Zaman lanjut ada syeikh Yusuf,
perangi kompeni datang menyusup,
jihad membara tak pernah redup,
melawan penjajah seumur hidup.
Di Ternate ada Sultan Hairun,
perangi portugis dirinya turun,
Ulama dan Penguasa gelar dihimpun,
sampau musuhpun meminta ampun.
.Demikian juga Sultan Babullah,
berperang mencari Ridho Allah,
temui syahid di jalan Allah,
atau agama jadi mulia.
Sungguh mulia mereka semua,
dihimpun sifat ulama umara,
rakyat dibimbing dengan amanah,
supaya Allah turunkan rahmah.
IV
Di tanah jawa jadi sebutan,
wali songo jumlahnya sembilan,
Membimbing rakyat ke jalan iman,
Berdiri Demak mereka hasilkan.
Banyak pula wali yang lain,
jumlanya sungguh bukan main,
ada yang tani juga dagang kain,
tanpa meminta rezekinya yakin.
Meraka adalah pejuang ikhlas,
bimbing agama tak minta balas,
apalagi dengan uang kertas,
ataupun cuma sekarung beras.
V
Ketika masa modern tiba,
manusia mulai banyak berubah,
para wali pun hilanglah sudah,
berganti dengan mesin dan harta.
Konsep ulama mulai berganti,
agama jadi barang komoditi,
tujuan bukan lagi tuk bakti,
tapi tuk makan sehari-hari.
Ulama itu pewaris nabi,
derajat mereka sangatlah tinggi,
diharap menahan keinginan duniawi,
supaya agama tidaklah mati.
VI
Adanya wali tiada terdengar,
harta jabatan yang hingar bingar,
wajah berubah menjadi sangar,
sering terjadi orang bertengkar.
Umat juga tak rindu wali,
kesenangan apapun bisa dibeli,
banyak mudhorat tiada perduli,
diberi nasehat tertawa geli.
Perintah Allah dah dilecehkan,
kata ulama tak diperhatikan,
amanah banyak yang disimpangkan,
tunggulah...musibah kan didatangkan.
VII
Para sahabat hamba Tuhan,
orang yang baik telah dikucilkan,
bendera kebenaran dikerdilkan,
ulama yang benar dipenjarakan.
Musibah sudah banyak terjadi,
tidak berkurang orang korupsi,
Kata pemimpin tak dihirau lagi,
ulama pun sudah tak ditaati.
Inikah pertanda akhir zaman,
tak mampu bedakan musuh dan teman,
manusia hidup miskin iman,
orang yang benar hidup tak nyaman.
VIII
Belumlah lagi dirumah tangga,
suami dan istri saling curiga,
tiada serasi dengan tetangga,
hidup harmoni mahallah harga.
Aji mumpung sudahlah pasti,
dari jabatan harta berpeti,
ancaman Tuhan tiada berarti,
seperti lupa datangnya mati.
Ketika musibah datang melanda,
orangpun sibuk mengajak taubah,
tapi sebentar saja berubah,
kembali lagi bertambah-tambah.
IX
Kalaulah kita mau renungkan,
tempat minyak bumi hasilkan,
dahulu tempat wali dirikan,
pondok dan surau 'tuk pendidikan.
Agama kini sudah tercampak,
segala maksiat sudahlah tampak,
gunung berapi serempak menggelegak,
Ya...Allah sanggupkah kami menghadap-Mu dengan kepala tegak.
Ampuni kami wahai Sang Rahman,
selamatkan kami diakhir zaman,
jadikan malaikat-Mu sebagai teman,
supaya selamat orang beriman.
X
Banyak orang bijak berkata,
yang sudah haji berjuta-juta,
tapi korupsi tetap menggurita,
habislah kalimat untuk dikata.
Banyak bertanya orang berakal,
mengapa agama tak bisa tangkal,
banyak dipenjara pejabat nakal,
tapi kerusakan tambah membungkal.
Semua orang rindulah sudah,
pemimpin yang adil akan tiba,
yang amanah serta bertaqwa,
agar kehancuran tidak mewabah.
XI
Maksiat sudah semakin pekat,
akhir zaman semakin dekat,
penyakit banyak di masyarakat,
agama hanya ketika sholat.
Orang beriman jangan bersedih,
walau terkucil hatinya pedih,
moga selamat nerakah mendidih,
ampun diberi dosa diputih.
Wahai Allah yang Maha Kuasa,
hanya bersyair yang hamba bisa,
pada-Mu hamba sampaikan asa,
takut hamba negeri binasa,
XII
Ingatan Tsunami belumlah hilang,
duaratus ribu nyawa melayang,
peringkat korupsi tidak berkurang,
bagaimana Ilahi akan menyayang?
Hidup ini bagai musafir,
hanya sebentar sudah berakhir,
perbanyak amal perbanyak zikir,
perbanyak infak jauhi kikir.
Waktu berlari bagaikat kilat,
baru sejenak maut telah dekat,
kalau tiada bekal sesusat,
meraung kelak digada malaikat.
XIII
Sahabatku...
Betapa hamba rindu ulama,
fatwanya tajam bagaikan panah,
hidup duniawi yang sederhana,
dihormati ia teladan karena.
Dizaman ini wali tetap ada,
tapi sembunyi dari manusia,
mereka takut dimintai berkah,
dicinta Allah yang mereka suka.
Takutlah wali kan diziarahi,
ke kubur karomah banyak dicari,
padahal ia bukan pemberi,
tapi hamba yang coba suci.
Wisma Lintang Palembang, 3 November 2010
Hamba Allah