Posted by : Marchsada Sunday, November 28, 2010




Oleh
Hamdi Akhsan

PANTUN RINDU-1.

Jatuh patah si ranting tua,
jangan menimpa buah mengkudu.
Rindu rasa rindu dijiwa,
kemana tempat harus mengadu?

Mengapa padi batangnya patah?
dihembus kuat angin berulang.
Kemana pergi kubawa serta,
seperti daging berdampit tulang.

Rebahlah sudah pohon bidara,
tak mungkin lagi bunga bersemi.
Terhujam dalam tiada terkira,
bagaikan akar didalam bumi.



Pahit empedu lekat terasa,
lama melekat sampai membekas.
Pahitnya rindu makin terasa,
karena rasa tiada berbalas.

Berangin sore di beranda,
tertidur diri bersilang tangan.
Bertanya bidadari berada,
didalam mimpi didalam angan.


Langu terasa daun kenikir,
dilalap ada direbus ada.
Rindu dendam tiada`berakhir,
bertemu tiada berkata tiada.

Embun melayang dihari pagi,
melekat dingin di akasia.
Mengapa sayang setelah pergi,
ketika dekat disia-sia.

Pergi ke gunung tertusuk duri,
baru terasa darah tersita.
duduk termenung seorang diri,
tanpa sadar menetes air mata.

Sirih terbelit di pohon randu,
randunya patah habislah asa.
Itulah sulit ketika rindu,
tembok yang tebal ditembus rasa.

Ke pasar pergi membeli pita,
pita dipakai tampaklah rapi.
Ketika rasa telah terkata,
bagaikan samudera tiada tepi.

PANTUN RINDU-2

Randu dikampung habislah sudah,
ditebang pula pohon bidara.
Rindu kampung rindu ibunda,
rindukan pula sanak saudara.


Rumpun ilalang penuhi hutan,
habis tempat tanaman sudah.
Ingin pulang jelang Ramadhan,
ziarah kubur jenguk ayahanda.

Tumbuhlah terap ditepi sumur,
pindahkan ia dekat perigi.
Berharap Allah panjangkan umur,
moga bertemu Ramadhan lagi.

Sewindu masa berakhir sudah,
tebing dibuat telah membatu.
Rindukan ayah rindukan bunda,
tiadalah lekang dimakan waktu.

Pergi mengarat dapatlah dalum,
dalam dipindang lezat terasa.
Pintar tidak pakarpun belum,
hanyalah ingin berbagi rasa.

Burung bangau hidup dipohon,
pohonnya hilang dibangun taman.
Hidup dirantau duapuluh tiga tahun,
tidaklah lupa kampung halaman.

Pungguk rindukan bulan yang indah,
bulan purnama indah rupawan.
Selain rindukan ayah dan bunda,
rindu pula pindang cendawan

Buah kemusuk masaklah sudah,
tak dimakan jatuh bertebaran.
Ibadah khusuk berbuah indah,
jiwa yang tenang dan kesabaran.

PANTUN RINDU KA'BAH.


Hari berubah bulan berganti,
hampir setahun waktu berlalu,
rindu ka'bah Ilahi Robbi,
ingin menangis seperti dulu.

Orang tawaf rapi bergilir,
panjatkan zikir bagai alunan.
Airmatapun deras mengalir,
ratap dan tangis mohon ampunan.

Menatap ka'bah diatas atap,
menggigil rasa takjud terbagi.
Ditawaf wada' hamba meratap,
panggilah hamba ke sini lagi.

Datang ke raudhah dengan beriring,
Sholat dan dia sudahlah tentu.
Di Madinah ini Engkau berbaring.
kami mencintaimu sepanjang waktu.

Padang Arafah luas terbentang,
sejauh mata orang berdoa.
izinkan ya Allah yang akan datang,
berharap kami datang berdua.

Melempar jumroh ibadah berat,
berjalan jauh butuh tenaga,
izinkan hamba sebelum sekarat,
mohon ampunan dan ridho Surga.

Wadah air dari gerabah,
berat diangkat sampai mengiggil.
Bila adinda rindukan ka'bah,
pastilah kelak akan dipanggil.

 PANTUN ELEGI MALAM.

Bertanam padi dihutan jati,
padinya bayang tumbuhnya kurus.
Betapa dalam gundahnya hati,
sampai badanpun tiada terurus.


Jati ditebang dibuat pasak,
pasak dipasang dibatang duri.
Hati dan jasad menjadi rusak,
karena perih ditelan sendiri.

Lilin di pasang cahyanya redup,
malampun datang gelaplah sudah.
Kalau ku tau perihnya hidup,
ingin kupulang ke rahim bunda.

Kusangka daging ternyata kulit,
sama seperti makan durian.
Kusangka mudah ternyata sulit,
tersedu aku di kesendirian.

Jatuhlah sudah daun bidara,
tak akan mau kijang yang lalu.
Walaupun mata menangis darah,
tiada guna sesal berlalu.

Mandi sore pangkalan hanyut,
pindah ke ulu ada buaya.
Kemana lagi tempat bergayut,
ketika diri tiada berdaya.

Anak selimang mudik ke ulu,
terkena jaring tiada berdaya.
Walaupun malang sedih selalu,
moga diujung ada cahaya.

Inderalaya 28 November 2010
Al Faqir

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

Welcome to My Blog

Popular Post

- Copyright © SASTRA - ILMU - HIKMAH -machsada-